Rabu, 30 Januari 2019

Pemimpin Sejati dan Rintangan yang Mesti Ditaklukkan

(Telaah Atas Puisi Thantowi Tohir Berjudul Pemimpin Sejati)
Oleh. Moh. Ghufron Cholid
Puisi bisa menjadi jalan alternatif bagi terciptanya keseimbangan hidup baik berbangsa maupun dalam beragama. Ianya bisa memuat jalan yang indah bagi terciptanya hidup yang bermartabat. Moh. Ghufron Cholid

Berhadapan dengan puisi Thantowi Tohir bejudul Pemimpin Sejati, adalah mencari cara lain yang lebih membuat hidup lebih bermartabat. Thantowi Tohir seakan tak ingin carut marut terus menampakkan taringnya. Bagi Thantowi sudah saatnya bersuara lantang, mengungkap segala yang kerap meraung di kedalaman bathinnya.
Puisi yang kehadirannya selalu dipertanyakan, di tangan seorang Thantowi mulai bisa dirasakan keberadaannya, harapan telah mengalahkan ketakutan dalam dirinya. Kerinduan telah mengalahkan pilu yang telah merias sumsum hidupnya.
Pemimpin Sejati, demikian Thantowi Tohir menai puisinya. Mengenalkan harapannya. Mengasingkan ketakutan dalam dirinya, menguraikan caranya berbahagia dalam menghadirkan sosok pemimpin.
Diungkapnya segala rintangan yang akan bertamu, yang mau tak mau mesti ditaklukkan seorang pemimpin. Yang dengannya lambat laun gelar pemimpin sejati bisa diraih.
Thantowi Tohir, telah menjadi manusia yang merdeka. Sebab kebenaran mesti disuarakan, barangkali alasan inilah yang membuat puisi ini lahir. Mungkin pula lantaran carut marut tak lagi ingin ditumbuhsuburkan di negeri yang sangat dicintai penyair.

Hal-hal yang Mesti Ditempuh Pemimpin Sejati
Membaca puisi Thantowi Tohir, saya bertemu dengan syarat-syarat yang diajukan oleh penyair untuk mendapat gelar pemimpin sejati.
Dalam bait pertama, Thantowi memberikan semacam rambu yang mesti ada pada pemimpin sejati yakni melepas mahkota (sesuatu yang begitu dibanggakan, sesuatu yang dapat menjadikan seseorang bisa membusungkan dada), mengusung amanah (salah satu dari empat sifat rasul yang selalu melekat), titah dan tuah (bisa kita maknai sebagai sosok yang penuh kharismatik).
Bait kedua, penyair menegaskan bahwa pemimpin sejati memiliki jiwa petarung, karena tak jarang rintangan datang menjadi batu penghalang. Pemimpin sejati, tak pernah sepi dari ragam jalan terjal, oleh sebab itu seni menaklukkan masalah tampa masalah mesti dimiliki, atau dalam diksi penyair dituturkan, Banyak kerikil tajam/sekeras batu pualam/merintang jalan/benamkan saja dalam api/jadikan tulang belulang// lantaran bait kedua berisi perkara yang gawat, ianya tampak sebagai wanti-wanti dan di sisi lain tampak seperti perintah maka diksi-diksi yang melekat pada bait kedua bisa dimaklumi. Mengingat sebuah masalah dan solusi yang dihadirkan, tak bisa luput dari diksi-diksi yang tegas, yang memungkinkan menimbulkan persepsi variatif semacam menggurui, atau dengan bahasa yang lebih halus silang pendapatan namun hanya membutuhkan jawaban iya.
Dalam bait ketiga, memuat harapan seorang penyair kepada seorang pemimpin sejati yakni mesti gagah perkasa. Jika dikaji lebih dalam ini merupakan dari saripati ciri pemimpin sejati, yang ada dalam kitab suci al-Qur'an yakni azizun, harisun bikmukminina raufuurrahiem. Dengan kata lain, pemimpin sejati selalu menjadi sosok panutan dan selalu melindungi hak-hak kaum yang lebih lemah.
Penutup
Membaca puisi Thantowi Tohir dalam puisi Pemimpin Sejati, semacam merasakan permen nano-nano, semacam menikmati jalan yang penuh liku yang sangat dinikmati oleh para pembalap dalam memantik adrenalin.
Terlepas plus-minus yang lahir dari puisi ini, paling tidak kita melihat adanya kerinduan seorang Thantowi Tohir tentang sosok pemimpin sejati. Tak hanya itu, kita mendapatkan ciri-ciri pemimpin sejati berikut tantangan yang mesti ditaklukkan.

Paopale Daya, 31 Januari 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar