Senin, 14 Januari 2019

Teknik Mencintai di Mata Seorang Meisya Zahida



Oleh Moh. Ghufron Cholid*

Sebuah Pembuka
Tahun baru selalu memiliki kisah tersendiri yang unik, yang tiap  selalu punya cara berbahagia, begitupun kebahagiaan itu saya alami, ketika berjumpa denan puisi seorang anak muda ujung timur Madura yang saya  temukan di sebuah portal PUSTAKAINDONESIA.ID dan puisi Meisya Zahida diberi judul NAMAMU, berikut saya psting utuh puisinya.
Meisya Zahida
NAMAMU

Apa karena musim akan pergi
Kau menghuni segala lengang
Pelayaran kembali jadi pertarungan
Di setiap pesisir
Ombak menambang kenangan

Aku tak ingin bicara pada laut
Ketika yang kulihat hanya kejauhan
Kedalaman kian tak terukur
Seperti nasib
Meraba takdir tak terhitung

Mengapa kauhilangkan sebab
Karena apa aku tertawa
Sedang cerita meramal kita
Liuk ombak serasa mengudara
Menciumi pantai; menutup segala getar

Apa karena kita tak pernah bicara
Kehilangan jadi pemisah
Dermaga tak lagi terlihat
Hanya kekosongan
Memerah mata dalam gelap

Aku memang lupa tanggal
Tapi hari tetap membiru
Membias bulan-bulan baru
Dan, namamu
Mekar dalam setangkup rindu

Madura, 15102018
Sebuah Pembahasan
Cinta adalah fitrah manusia yangtakbisa disangkal, iana menyapa tiap hati dengan aneka ragam rupa demikian yang dialami oleh Meisya Zahida dan mulai diramunya dalam sebuah puisi.
Ada mata yang begitu awas dan tangan yang begitu cekatan yang diperlihatkan oleh Meisya Zahida, perempuan penyair Sumenep ini telah memadupadanan saripati surat al-Qalam dan surat al-'alaq sehingga alam yangberada di sekitarnya tampak begitu berfungsi.
Meisya Zahida seakan tak ingin dikuasai perasaan tak menentu seorang diri, dalam puisi ia berbagi bahwa sejatinya cinta melahirkan moment puitik yang membuat kita semakin dewasa dalam menakar rasa yang mendiami sukma.
NAMAMU adalah puisi yang telah dipilih sebagai judul dan telah dihairkan dalam lima bait, pada bait pertama diaduknya perasaankita, diasahnya otak kita untuk lebih sigap mengadapi kemungkinan terpahit. Kemungkinan yang menjadikan kita sebagai petarung. Tak hanya itu, kita juga diajak sebagai seorang yang mesti kuat menghadapi pahitnya hidup. Perubahan sikap dari orang yang kita cintai.
Adalah suatu peristiwa manusiawi kerapuhan dialami tiap isan yang di hatinya ada rasa cinta. Ketika kenyataan tak berpihak maka perasan minder atau sampai putus asa akan menyergap. Demikian Meisya Zahida mengungkapkan isi hati, dengan bahasa yang indah, di bait keduanya.
Saya menemukan Meisya Zahida sebagai seorang yang memiliki cita rasa sastra yang apik dengan mrmanfaatkan idiom-idiom yang dekat engan dirinya. Rupanya kehidupan pesisir tak bisa dijauhkan dari diri seorang Meisya Zahida sehingga lingkungan itulahyang dijadikan bekal untuk membuat puisinya semakin bernilai.
Di bait ketiga, Meisya Zahida lebih berani mengungkap segala yang terdetak kepaa orang yang dicintai sekedar mengetahui letak, atau keberadaan dirinya di mata kekasihnya, saya kira pemandangan seperti ini sangat lumrah dan sangat manusiawi.
Terkaan demi terkaan dilancarkan sekedar memastikan keretakan sebuah hubungan. Ternyata berbicara dengan orang yang saling mencintai adalah bagian yang urgen  sebuah hubungan, barangkali ini yang hendak diungkap Meisya Zahida di bait keempat sebagai tip merawat cinta agar tak mengalami nasib yang malang dalam membina hubungan.

Pada akhirnya setiap pecinta mesti sadar diri dan sadar fungsi. Menyadari cinta tak sekedar memiliki tetapi mesti memastikan dan merawat kebahagiaan orang yang dicintai mesti dimiliki tiap pecinta. Betatapun perih dan pedih luka yan dilahirkan tetap bertahan dalam cinta dan rindu itulah yang ditempuh penyair.
Sebuah Penutup
Membaca puisi Meisya Zahida berjudul NAMAMU berarti melakukan petualanan dan melakukan pengenalan yang lebih mendalam dari sudut pandang seorang pecinta.
Berbicara cinta bukan sekedar menikmati bahagia saat bersama melainkan memastikan dan merawat kebahagiaan orang yang dicintai.

Paopale Daya, 1 Januari 2019
Biodata Penulis

Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, lahir di Bangkalan, 7 Januari 1986 M. Pendiri Pesantren Penyair Nusantara di FB. Karya-karyanya tersebar di berbagai media seperti Mingguan Malaysia, New Sabah Times, Mingguan Wanita Malaysia, Mingguan WartaPerdana, Utusan Borneo, Tunas Cipta, Daily Ekspres, Bali Post, Majalah Horison, Majalah QALAM, Majalah QA, Majalah Sabili, Radar Madura, Koran Madura, Radar Surabaya, Radar Mojokerto, poemhunter.com, kompas.com dll juga terkumpul dalam berbagai antologi baik cetak maupun online, terbit di dalam maupun luar negeri seperti Mengasah Alief, Epitaf Arau, Akar Jejak,Jejak Sajak, Menyirat Cinta Haqiqi, Sinar Siddiq, Ketika Gaza Penyair Membantah, Unggun Kebahagiaan, Anjung Serindai, Poetry-poetry 120 Indonesian Poet, Flows into the Sink into the Gutter, Indonesian Poems Among the Continents, Mahar Siul bersama Para Penyair Sampang (2018) dll. Beberapa puisinya pernah dibacakan di Japan Foundation Jakarta (10 Agustus 2011), di UPSI Perak Malaysia (25 Februari 2012), di Rumah PENA Kuala Lumpur Malaysia(2 Maret 2012) dan di Rumah Makan Biyung Jemursari Surabaya dalam acara buka bersama Pipiet Senja (30 Juli 2012), di Jogja dalam Save Palestina (2012), di Sragen dalam Temu 127 Penyair Dari Sragen Memandang Indonesia (20 Desember 2012), di Pekalongan dalam Indonesia di Titik 13 (Maret 2013), di Sastra Reboan dalam Temu Sastra Indonesia-Malaysia (Agustus 2013), di P.O.RT AmanJaya, Mydin Mall dan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam Kongres Penyair Sedunia ke 33 (21,23, 26 Oktober 2013), di Brunei ketika menikmati indah kampoeng air (7 November 2013) di Al-Izzah Islamic Boarding School Batu Jawa Timur dalam safari menulis bersama Pipiet Senja dkk (Juli, 2014), di RRI Sumenep (5 Januari 2015), di Pondok Pesantren Putri dan Putra Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan (27&28 Juni 2015), di Bandung dalam Temu Sastra Indonesia Malaysia (2015), di Janati Park dalam Temu Mahasiswa Madura selepas shalat Idul Adha (24/09/2015), di Kampung Toga Sumedang (2015), di Teater Gunung Kunci Sumedang (26/09/2015), di Pesantren Al-Amien PRENDUAN dalam acara Bhineka Tunggal Ika (26/10/2015) dll. Buku puisi terbarunya Menemukan Allah (Pena House, 2016). Penerima Anugerah Kedua Hescom2015 Vlog dan Rubaiyat (5 Desember 2015) di Malaysia. Pemenang Kedua Esastera Kritikan Cereka Sumpahan karya Irwan Abu Bakar (2016). Pemenang Kedua Esastera Kritikan Dekalamasi Puisi yang diselenggarakan Esastera Malaysia (2016). Nominator 23 Sastrawan berkesempatan mendapat Anugerah Litera (2017), profilnya ada dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia. Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura. HP 087850742323

Tidak ada komentar:

Posting Komentar